My Short Trip to Sangiran

 Perjalanan Singkat dari Jogja menuju Sangiran 

            Perjalanan ini tercetus ketika salah seorang teman mengajak jalan-jalan ke Museum Purbakala Sangiran. Tanpa  berpikir panjang, aku pun mengiyakannya mengingat kuliah masih libur. Memang dari kami bertiga belum ada yang pernah ke Museum Sangiran. Segera kami mencari referensi di internet mengenai berbagai informasi terkait perjalanan ini.

Perjalanan dimulai dari stasiun Yogyakarta atau biasa disebut stasiun Tugu. Bertiga, kami memarkirkan kendaraan di stasiun kemudian menuju loket KRL untuk membeli Kartu Multi Trip atau KMT seharga Rp30.000 yang sudah berisi saldo senilai Rp10.000. Karena dirasa kurang, kami membeli saldo senilai Rp20.000. Memang sebelumnya kami belum memiliki KMT sehingga kami memutuskan untuk membelinya. Kami menumpangi KRL dengan tujuan Stasiun Solo Balapan sekitar pukul 08.13 WIB. Ketika kami masuk memang sudah penuh sehingga dari kami bertiga hanya satu yang mendapat tempat duduk.

         

 

 

 

 

 

 

 

Sekitar 1,5 jam-an, kami tiba di Stasiun Solo Balapan. Kami pun berjalan melalui Sky Bridge yang langsung menghubungkan stasiun dengan terminal Tirtonadi. Dengan sedikit rasa bingung, sesampainya di Terminal Tirtonadi kami diberitahu bahwa bus yang akan ke Sangiran, yaitu bus warna merah. Yup, bus tersebut ialah Trans Jateng. Dengan biaya Rp4.000, kami akhirnya tiba di Terminal Sangiran, yang juga merupakan tempat parkir bagi pengunjung museum ini. Untuk sampai ke pintu masuk museumnya, terdapat ‘Armada Sangiran’ atau kendaraan pick-up yang akan mengantarkan pengunjung dengan tarif per orang Rp3.000. jika tidak ingin mengeluarkan rupiah, bisa saja berjalan kaki karena tidak terlalu jauh, tetapi jalanan lumayan menanjak.


Akhirnya, sampai juga kami di depan pintu masuk Sangiran. Saat itu lumayan sepi entah kenapa. Tanpa berlama-lama, kami membayar tiket masuk seharga Rp8.000 per orang. Kami pun mulai berkeliling untuk melihat koleksi dari museum ini. Museum ini memiliki banyak koleksi terkait manusia purba karena memang seperti yang kalian tahu, “Museum Purbakala Sangiran”. Banyak sekali ilmu yang bakal didapat jika kalian membaca dan mengamati berbagai ha yang disajikan museum ini. Museum ini terbagi menjadi beberapa display, namun aku sedikit lupa untuk detailnya. Pengunjung juga bisa berfoto di museum ini, ada beberapa spot menarik seperti jembatan yang berbentuk rangka.



Singkatnya, kami sudah selesai di Museum Sangiran dan memutuskan untuk makan siang dan sholat kemudian  berjalan ke Terminal Sangiran. Tak lama, bus Trans Jateng ke arah Terminal Tirtonadi pun tiba. Karena masih memiliki banyak waktu, sesampainya di terminal, kami berjalan lagi melalui Sky Bridge menuju Stasiun Balapan. Tiba di lobi stasiun, kami memesan gocar untuk menuju Benteng Vastenburg yang sebelumnya belum pernah kami kunjungi. Akan tetapi, mobil gocar yang kami tumpangi macet yang membuat kami bertiga kaget sehingga perlu didorong. Bukan kami yang mendorong, tetapi beberapa pemuda dan bapak-bapak yang ada di sekitar stasiun, sedangkan kami turun. Keluar dari stasiun, sekitar dua ratus meter, mobil pun macet lagi. Driver pun memutuskan untuk menyelesaikan pesanan gocar kami dan mengembalikan uang, serta menyuruh kami memesan gocar lain karena khawatir kami tidak nyaman. Tentunya, karena memang kami tidak dirugikan, kami tetap memberikan bintang lima pada driver.


Kami pun turun kemudian memesan gocar lainnya. Kami pun menuju Benteng Vastenburg dengan tidak sabar. Entah kenapa, karena kami juga tidak tahu dimana letak benteng itu, dan bapak gocar juga bingung, alhasil kami malah turun di suatu jalan yang kami tidak tahu namanya (tapi sepertinya alun-alun). Kami pun berjalan kaki dengan bantuan Google Maps hingga sampai di  Beteng Trade Center atau BTC. Kami mampir sholat serta membeli kudapan di Wisata Kuliner Galabo. Setelah puas, kami berjalan kaki dengan agak bingung ke arah yang mendekati Stasiun Balapan. dan ternyata kami melewati area parkir Benteng Vastenburg. Ternyata memang dekat, hanya kami yang kurang mengerti lokasinya. Akan tetapi, karena sudah mulai lelah, kami memutuskan untuk tidak ke Benteng Vastenburg.

Kami pun berjalan hingga sampai di Pasar Gede. Merasa lapar setelah berjalan, kami sempatkan untuk makan di Pasar Gede dan menemukan warung makan yang menghadap Pasar Gede. Memesan es teh dan indomie (yang lain memesan nasi goreng dan nasi ayam geprek) kami berbincang hingga turun hujan. Lumayan deras tapi tidak lama. Setelah lumayan lama menunggu makanan siap, kami selesai dan langsung memesan grabcar menuju Stasiun Solo Balapan karena jadwal KRL terakhir yaitu pukul enam lebih sedikit dan kami hanya memiliki sedikit waktu.


Untungnya, keberuntungan masih berpihak. Kami masih sempat naik KRL meskipun sudah mepet dan tentu kami harus berdiri. Kami hanya sempat duduk saat kereta sudah di stasiun Lempuyangan (yang mana sangat dekat dengan stasiun terakhir, Stasiun Yogyakarta). Kaki terasa pegal setelah seharian berjalan dan harus berdiri lumayan lama, tetapi kami memperoleh pengalaman yang sepadan. Kami tiba di Stasiun Yogyakarta sekitar pukul tujuh malam lebih, bergegas menuju parkiran motor dan mengakhiri perjalanan ini dengan rasa capek tapi bahagia. Singkat tapi berkesan. (29 Desember 2021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Pulang-Pergi (Tere Liye)